Kamis, 18 Oktober 2012

Gagal Hari Ini Tapi Tidak Esok Hari


 
         Pagi ini, Langkah si nona yang tergopoh-gopoh terhenti oleh lambaian tangan-tangan kecil yang setiap hari di lihatnya. Beberapa anak mengulurkan tangannya dan menciumi punggung tangan si nona sembari mengucapkan salam. Si nona berusaha menampakkan lesung pipinya meskipun nafasnya masih tersengal-sengal. Diayunkan langkah kakinya menembus belasan anak-anak yang berebut mencuri perhatiannya. Nafasnya diatur sedemikian rupa sehingga wajahnya nampak tenang.

Hari ini, si nona terlambat. Tugas yang menumpuk membuatnya harus begadang semalaman untuk menyelesaikannya. Namun  riasan wajah membuat kantung matanya terlihat samar.Meskipun wajahnya nampak tenang namun pikirannya berkecamuk tidak karuan. Dia sedang berpikir, apa yang akan diberikan untuk anak-anak hari ini. Sepanjang malam, dia berpikir namun nihil hasilnya.

Bel sekolah sudah terdengar.

Langkahnya semakin layu memasuki ruangan kelas satu. Ini kali pertama dia mengajar kelas satu. Bukan takut tapi si nona tidak tahu harus bagaimana, otak si nona sepertinya sedang membangun tembok tinggi sehingga tidak ada ide yang keluar.

Diintipnya anak-anak dari balik jendela kelas, beberapa anak berlarian kesana kemari dan sisanya sedang asyik berbagi cerita dengan temannya. Si nona masih termangu di depan kelas. Diintipnya lagi, terlihat dua anak di belakang sedang berkelahi dan beberapa temannya meneriaki. Peluhnya mulai mengucur perlahan, dingin menjalari tubuhnya. Ada perasaan ingin masuk kelas namun kakinya tidak dapat digerakkan.

Si nona masih menunggu

Lagi-lagi dia mengintip, kali ini suasana sudah mulai tenang. Dia menarik nafas kembali dan akhirnya memutuskan untuk memasuki medan. Tangannya menarik gagang pintu dan kakinya melangkah ke dalam kelas.

Waktupun merangkak.

Satu jam sudah berlalu

Terlihat langkah gontai keluar dari kelas. Wajah sang Nona nampak pucat pasi. Peluh membasahi baju yang dikenakannya. Dan tidak ada satu katapun yang terucap dari bibirnya. Hatinya benar-benar hening.

 

 

*PPM Indonesia Mengajar hari ke-3*

 

Minggu, 07 Oktober 2012

Disinilah Gelap adalah Benderang

Malam ini aku putuskan hanya duduk di teras sebuah rumah yang sangat sederhana, rumah yang hanya berdinding dan berlantai kayu, rumah yang memiliki cukup banyak celah sehingga wajar jika malam hari terasa sangat dingin. Udara malam dengan mudah menyusup lewat sela-sela dinding kayu yang tidak berhimpit.
Tidak ada listrik, yang kutemui hanya secercah cahaya dari sebuah lampu darurat yang hanya bisa bertahan beberapa jam.
Gelap membungkus malam ku kali ini, namun ada yang berbeda dari kegelapan malam ini. Gelap yang mendamaikan. Aku merasa dekat dengan kegelapan, kupandangi langit yang seakan-akan tidak ada batas dengan bumi. Semua menyatu, bintang-bintang bertaburan tidak beraturan. Cahayanya berkelap-kelip begitu indahnya. Aku ibaratkan ini seperti ketombe yang begitu banyak di rambut yang hitam. Mulutku tidak berhenti berkomat-kamit merapal lafas kekaguman pada kebesaran Tuhan. Detik itu juga, ingin kuceritakan kepada dunia tentang indahnya langit malam ini. Aku yakin orang-orang yang hidup di tengah hiruk pikuk kota akan merasa iri padaku karena mereka tidak mendapati pemandangan yang luar biasa seperti ini. Bahkan ketika kutuliskan di lembaran-lembaran kertas, aku akan kehabisan aksara untuk menceritakannya. Indah, begitu indah dan sangat indah. Ini kali pertama aku menyaksikan taburan bintang yang begitu dekat dan sekarang aku tahu kenapa penduduk di desa ini tidak pernah mau meninggalkan tempat ini meskipun tidak pernah sekalipun listrik mengaliri desa ini. Karena tanpa listrikpun, desa ini begitu benderang dan bercahaya.
 
 
(Suatu Malam di Desa Cigumentong)
 
 

Bingkisan Untuk Kalian

Ayah...Bunda...
Apa kabarmu disana?
Kau tahu?
Aku rindu pelukan hangatmu
Aku rindu rentetan ceritamu
Aku rindu sapa cintamu
 
Maaf ayah, maaf bunda,
Aku belum bisa melipat jarak diantara kita
Tapi aku bisa memenuhi jarak itu dengan cinta
Dan akan kubentangkan tali kerinduan diantaranya
 
Mungkin tanganku tak bisa menggapaimu saat ini
Namun setiap saat kurapalkan berbait bait doa untukmu
Doa yang tidak pernah terputus
Kau tahu kenapa?
Karena ikatan doa ini begitu kuat
 
Tak pernah sekalipun luput dariku
Untuk meminta pada mentari agar menyambut pagimu
Untuk meminta pada bulan agar menerangi malammu
Dan meminta pada waktu agar menjaga umurmu
 
Ayah, Bunda,
Aku berjanji
Ketika aku kembali nanti
Akan kubingkiskan cerita-cerita yang sudah membangun hidupku
 
Ketika aku kembali nanti
Akan kubawakan bintang-bintang yang sudah menyinari hidupku
 
Ketika aku kembali nanti
Akan kugenggamkan mutiara-mutiara yang sudah menerangi hidupku
 
Dan..
Ketika aku kembali nanti
Akan kuhadiahkan cinta yang sudah kau hadiahkan untukku