Senin, 31 Desember 2012

Kasih Kisah Tanpa Nama


Aku rindu dan cemburu

Aku pernah menjadi bagian dari mereka
Mereka yang melukis hari dengan senyum, mereka yang berlari tanpa tendesi, mereka yang berjuang dengan cinta dan mereka yang selalu menjadi mereka.

Senin, 24 Desember 2012

Penghapus vs Buku

Tuhan telah menyediakan sebuah buku untuk kehidupanmu dan kamu diijinkan merangkai beribu-ribu aksara sesuka hatimu. Tuhan tidak pernah melarang apapun yang kamu rangkai.
Bahkan ketika kamu salah menulis, Tuhan terkadang menghapusnya.
Namun jangan keburu kebakar hatimu ketika Tuhan tidak membantumu menghapusnya.

Bukan enggan atau tidak sayang...
Tuhan amatlah sayang padamu, kalau Dia tidak menyediakan penghapus untuk cerita hidupmu maka Dia menyediakan berlembar –lembar kertas yang siap diberikan untukmu. Dia memberimu kesempatan untuk bisa merangkai aksara-aksara hidupmu yang jauh lebih indah.
Bahkan Tuhan juga tidak segan mengganti bukumu yang sudah usang dengan buku baru.
Buku putih bersih tanpa noda yang siap kau toreh dengan cerita-cerita yang indah dan bahagia.

Bukankah Tuhan teramat baik untukmu? lalu pantaskah kamu selalu berkeluh kesah?

Sabtu, 22 Desember 2012

Kepingan Rindu Di Hari Ibu



Tiba-tiba getaran handphone terasa dari dalam tas ranselku, namun aku abaikan. Aku bisa menebak siapa yang telpon setiap pagi di jam yang sama. Aku sengaja tidak mengangkat karena sedang perjalanan menuju sekolah. Begitu sampai di kantor guru, aku melihat one missed call di layar handphone ku. Benar sekali tebakanku siapa yang menelpon. Bunda :) , begitulah nama yang terlihat.
Bukan mengabaikan, namun aku berniat menelponnya setelah sekolah usai. Aku ingin mengucapkan beberapa patah kalimat yang memang harus aku ucapkan hari ini.
Hari ini aku harus menyelesaikan beberapa data untuk keperluan yayasan, selain itu aku harus mengurus laporan pertanggungjawaban kegiatan pelatihan yang diadakan beberapa hari lalu. Di saat sedang sibuk mengisi data, tiba-tiba genset sekolah dinyalakan. Maklum di desa kami, listrik belum masuk sehingga genset adalah satu-satunya energi pembangkit listrik yang digunakan. Begitu genset hidup, televisi, printer, dispenser bekerja sebagaimana mestinya. Aku alihkan konsentrasiku ke layar televisi, hampir semua stasiun televisi broadcast seputar hari ibu. Pikiranku melayang kepada sosok yang sangat berarti dalam hidupku. Sosok yang telah luar biasa mengajarkanku tentang makna hidup. Sosok yang tidak letih membentukku menjadi pribadi yang tangguh dan tidak mudah menyerah. Sosok teladanku untuk menjadi wanita hebat.
Tiba-tiba alunan musik Bunda yang pernah dipopulerkan oleh Melly Goeslow menjadi backsound suatu acara reality show di salah satu televisi swasta. Mendadak aku menghentikan kegiatanku, hatiku bergemuruh, mataku melemah, perlahan butiran air membasahi kedua bola mataku. Seketika ku raih handphone dan ku dial no Bunda.
Dari ujung nan jauh di sana terdengar suara lembut yang menentramkan. Aku berusaha menahan butiran butiran air dari mataku agar tidak jatuh. Ku tarik nafas panjang ketika Ibu bertanya bagaimana disana? ada kabar apa? . Aku masih terdiam. Ibu mengulang kata halo. Aku masih terdiam dan mengatur suaraku agar tidak lemah. Ibu diam tanpa mengucap kata halo lagi. Waktu seperti berhenti seketika. Suasana di telepon hening. Tanpa panjang lebar,ku ucapkan " Ibu, Selamat hari Ibu ya, terima kasih sudah menjadi Ibu yang hebat buat Nina. Semoga Ibu sehat selalu dan Nina sayang Ibu. Nina sangat rindu pada Ibu." Aku tidak dapat membendung lagi, airmataku tumpah, aku terisak. Dengan lembut Ibu menjawab " Iya, terima kasih, doa Ibu selalu menyertaimu."



Jumat, 07 Desember 2012

Semudah itu Aku Jatuh Cinta





Saat pertama kali datang, aku jatuh cinta dengan budak kecil (anak kecil) yang bernama lengkap Satria Ramadhan.
Rama , begitulah panggilan akrab budak berambut ikal ini. Sepintas dia nampak seperti kucai di laskar pelangi. Kulit hitam dan berambut ikal. Dia suka tersenyum dan tertawa, bahkan hal kecil saja, dia tersenyum dan tertawa. Gerak-geriknya menggemaskan.
Aku selalu melihat wajahnya penuh dengan bedak yang tidak rata setiap pagi. Aku tertawa dibuatnya. Ada yang kurang lengkap ketika aku tidak mendapati sosoknya di kelas setiap pagi.
Tapi dia tergolong anak yang mudah emosi, ketika berkelahi dengan temannya, dia tidak sungkan memukul, alih-alih redam, temannya yang berusaha melerai justru menjadi korban Rama. Alhasil teman berantemnya pun bertambah dan pada akhirnya dia menangis.
Meskpun mudah emosi namun Rama mudah redam emosinya dan kembali tertawa serta tersenyum seakan-akan tidak terjadi apapun.
Seperti itulah, aku jatuh cinta pada Rama




Rama dkk melompat penuh semangat
Rama dkk bergaya ala pemain bola


..Kayuh-kayuh mimpimu ...


“ iye bu, setiap hari saye naik sepeda ke sekolah bu.” Ucap Lilis padaku.
“ memang rumahmu dimana?” tanyaku.
“ rumah ibu masih kesane lagi.masih jauh bu dari rumah ibu ” Jawabnya ringan.
Mata saya melotot seketika.
“ Allah, saya mohon ampun karena tadi pagi saya mengeluh hanya karena persoalan naek sepeda ke sekolah.” Kataku dalam hati.

Itulah sepotong percakapan singkatku dengan Lilis, murid kelas 5 yang setiap hari harus mengayuh sepeda mininya ke sekolah. Setiap hari aku harus ke sekolah naik sepeda dengan jarak rumah- sekolah hampir 3 km. Keringat bercucuran begitu tiba di sekolah, demikian juga ketika pulang sekolah, panas membara menggiringi sepanjang pejalanan. Mengeluh. itu yang aku lakukan. Namun begitu melihat Lilis yang bersepeda lebih jauh dariku, seketika hatiku menciut malu. Sejak itu tak boleh lagi ada kata mengeluh untuk bersepeda.

Setiap hari Lilis sudah duduk manis di ruang tamu rumahku, tepat pukul 06.30. sedangkan aku masih bersiap-siap, lagi-lagi hatiku menciut malu. Dia datang lebih awal untuk berangkat bersamaku.

Di tengah perjalanan, tanpa disangka segerombolan anak sudah menungguku.
Mereka juga naik sepeda.
Rasanya senang bukan main melihat mereka menungguku hanya sekedar ingin bersepeda ke sekolah denganku.
“ Ibu, besok naik sepeda lagi kan? “ tanya nadia, gadis berperawakan jangkung ini.
Aku tersenyum dan mengangguk.

Bel sekolah berbunyi tanda kegiatan belajar sudah berakhir. Begitu aku keluar ruang guru, beberapa anak menghampiri dan memegang tanganku seraya berkata “ Bu, ayo kita pulang bersama. Aku juga naik sepeda lho.”

Digiringnya aku ke tempat parkir sepedaku dan kami pulang bersama. Aku tidak mampu berkata apa-apa. Lagi-lagi rasa syukurku bertambah karena bertemu dengan mereka. Mereka mengajari banyak hal termasuk tidak boleh mengeluh atas suatu keterbatasan, bahkan mereka masih bisa tertawa meskipun dalam keterbatasan.

Terima kasih anak-anak, Ibu Rakhma sayang sekali kepada kalian.
Jangan berhenti mengayuh mimpimu, ibarat roda sepedamu yang terus berputar maka cita-citamu pun tidak boleh berhenti. Terus kayuh, kayuh dan kayuh. J

Minggu, 02 Desember 2012

Rupatku, Indonesiaku


Hei, kamu pernah mendengar pulau rupat? Sebuah pulau yang berada di provinsi riau dan merupakan pulau perbatasan Indonesia dan Malaysia. Dulu sering disebut pulau terluar Indonesia, namun masyarakat menolaknya karena jika dikatakan terluar berarti tidak termasuk Indonesia. Rupat ini masuk di dalam kabupaten bengkalis. Kabupaten bengkalis berada di pulau bengkalis dan untuk menuju kesana dari pulau Rupat dibutuhkan waktu ±5jam jika menggunakan kapal pompong, ± 3 jam jika menggunakan speedboat. Namun transportasi tersebut tidak beroperasi setiap hari, hanya di hari-hari tertentu saja.

Pulau Rupat ini terbagi menjadi dua kecamatan yaitu rupat utara dan rupat. Sebagian besar pulau ini masih dipadati rimbunan pohon kelapa sawit dan karet. Sehingga wajar jika sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani karet. Nderes adalah istilah mereka yang berarti menoreh karet. Kebetulan saya tinggal di Desa Kadur, Rupat Utara. Di desa ini dekat dengan pantai yang terkenal dengan pasir putihnya. Aspalisasi sudah mulai masuk desa meskipun belum sepenuhnya, bahkan untuk menuju kecamatan saja harus menempuh jalanan yang rusak parah. Bayangkan saja, akses ke pusat pemerintahan masih buruk bagaimana dengan daerah lain.

pantai rupat

Listrik juga belum mengaliri desa ini, genset menjadi sumber listrik dan hanya berlaku dari pukul 5 sore hingga 12 malam namun ada juga sampai pukul 7 pagi.

Barang-barang negeri Jiran mulai bertebaran di desa ini. Makanan, minuman, kebutuhan pokok dan masih banyak lagi. Wajar saja produk negeri sebrang lebih mudah masuk ke desa ini, jarak yang ditempuh dari rupat-malaysia hanya 20 menit menggunakan  speedboat sedangkan dari rupat ke daratan sumatra sekitar 2 jam menggunakan speedboat. Itulah alasan mengapa produk-produk itu duduk manis di rak para pedagang.

Beberapa nelayan juga menggunakan mata uang ringgit meskipun tidak semua, hanya di pesisir tertentu saja.

Pulau rupat memiliki potensi alam dan budaya yang luar biasa. Pantai berpasir putih yang masih perawan, hutan yang rimbun dan alami, keanekaragaman suku menjadi daya tarik tersendiri. Suku akit adalah suku asli di Rupat. Suku akit mirip dengan suku China namun warna kulitnya agak gelap. Mereka banyak bermukim di desa Titi Akar. Suku akit, china, melayu, dan jawa menyatu dan hidup berdampingan.

Rumah-rumah di desaku sebagian besar adalah rumah panggung dan jika rumah suku asli, di depan rumah mereka akan kamu dapati benda mirip kotak pos yang digunakan untuk  tempat sembayang. Jadi mudah sekali membedakan mana rumah suku asli dan suku melayu. Disini juga banyak ditemui orang jawa karena dulu daerah ini menjadi tempat rantauan mereka (orang disini tidak suka menyebut transmigrasi namun rantauan). Sebagian besar mereka bersal dari Pacitan dan Ponorogo, Jawa Timur. 

Jangan harap kamu bisa menemukan tempe di sini. Tempe jarang sekali masuk di pasar-pasar. Mungkin seminggu sekali baru ada. Begitu juga daging sapi jadi wajar kalau sulit menemukan bakso. Masyarakat Rupat paling sering memasak ikan karena kebiasaan mereka mukat (jaring ikan) di laut. Hasilnya di jual atau dikonsumsi sendiri. Hal yang membuat saya salut dari mereka adalah kepiawaian mereka mengolah makanan laut tanpa ada rasa amis sedikitpun.

Kalau kamu pecinta durian, pulau ini tepat menjadi pilihanmu berkuliner ria. Hampir setiap rumah memiliki pohon durian. Mereka tidak pernah memetik durian, durian dibiarkan masak dan jatuh sendiri. Soal rasa? Jangan tanya, enak dan begitu legit. Begitu masuk mulut, daging durian itu langsung lumer dan meninggalkan rasa manis. Sesudah makan durian, mereka menuangkan air di tempat durian yang sudah habis kemudian meminumnya, hal ini dipercaya dapat mengurangi panas dari durian yang dimakan. Percayalah, durian Riau itu membuatmu menjadi pecandu durian.

Ayolah sekali-kali berkunjung ke pulau yang eksotis ini, jangan biarkan pulau ini menjadi pulau yang terabaikan karena letaknya yang berbatasan dengan negara tetangga. Sampai sekarang, Rupat masih mengibarkan bendera merah putih dan masih mengumandangkan Indonesia Raya. Rupatku, Indonesiaku J