Sabtu, 28 Desember 2013

Part 1

Hitam Putih....

Sepertinya minggu menjadi sebuah ritual hari dimana tidak ada kata buru-buru dikejar waktu, segalanya santai dan aku tidak perlu mendengar alarm yang terus meraung setiap tepat adzan subuh berkumandang, aku juga tidak perlu berlari tunggang langgang hanya untuk duduk sebelum dosen berdiri di depan kelas. Pagi yang indah dengan tumpukan bantal di atas dan bawah tubuhku, guling di sisi kanan kiriku. Mirip seorang bayi yang dijaga oleh ibunya agar tidak jatuh. Namun aku bukan bayi, usiaku sudah hampir seperempat abad dan aku sudah lupa seperti apa rasanya seorang bayi yang ditimang ibunya. Tidak lagi terpikir tentang masa kecilku, cepat sekali semuanya sirna seperti pijakan kaki di atas pasir pantai yang tersapu ombak. Sering kubayangkan, minggu yang tak memburu ini beraromakan teh yang menyergap hidungku dan memintaku untuk bangun. Pernah juga aku membayangkan seberkas sinar matahari menerpa wajahku dan hangatnya menjalar ke seluruh tubuh, sinarnya menyusup dari celah korden yang sengaja dibuka untuk membangunkanku. Atau bisa saja minggu pagi yang penuh dengan riuhnya teriakan-teriakan yang bersahutan, entah apa yang diteriakan, yang kutahu aku segera bangkit dan bersungut-sungut meminta mereka diam agar aku bisa kembali bersembunyi di balik selimutku yang tebal. Aku rela mengalami satu dari tiga peristiwa yang kubayangkan meskipun banyak dari teman-temanku yang selalu menghela nafas ketika itu terjadi pada mereka. Katanya semua itu memuakkan dan mereka ingin hidup tenang. Aku tidak tahu definisi tenang bagi mereka, jelas! aku dan mereka mempunyai dua kamus yang berbeda untuk dapat mengartikan kata tenang. Ada juga alis mereka hendak menyatu, keningnya mengkerut, dan mulutnya menyinyir ketika mendengarkan peristiwa yang tadi kubayangkan,

Senin, 09 Desember 2013

Momok “ Sakit” Di Perbatasan



Mungkin saja ini sebuah wacana yang sudah sering digulirkan media atau sekedar mendengar dari mulut ke mulut. Namun mengalami akan jauh menimbulkan mosi percaya dibandingkan hanya melihat atau mendengar.
Pulau Rupat, pulau perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, terletak di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Memerlukan waktu 7 jam menggunakan travel menuju ke Dumai dan kembali naik speedboat untuk menyebrang ke pulau ini. Frekuensi speedboat dari Dumai hanya satu kali dalam sehari. Karena jauhnya akses menuju Rupat, orang sering menyebut daerah pelosok yang masih tertinggal, meskipun kenyataannya paparan negara tetangga jauh lebih cepat masuk dan terserap oleh masyarakat pulau termasuk urusan kesehatan.
Sarana dan prasarana lengkap tidak akan ditemui di pulau perbatasan ini. Bukan hanya bank namun rumah sakit juga belum diperhatikan keberadaannya di sini. Puskesmas adalah satu-satunya pelayanan kesehatan terdepan untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat di Rupat. Letaknya di kecamatan dan rata-rata ditempuh kurang lebih satu jam dari desa manapun di luar pusat kecamatan, oleh karena itu puskesmas pembantu dibangun tersebar di desa-desa lain meskipun pengelolaannya tetap kurang maksimal bahkan ada yang tidak digunakan. Puskesmas-nya hanya menjadi sebuah bangunan yang tak berpenghuni.
Puskesmas induk di kecamatan tergolong cukup baik meskipun fasilitas masih minim termasuk sumber daya manusianya. Sumber daya manusia di bidang kesehatan di puskesmas induk masih rendah, sebagian besar adalah masyarakat asli yang sekolah di luar kemudian mengabdikan diri kembali di kampung asalnya. Misal untuk bagian pelayanan hanya ada satu orang sehingga pemandangan antri di hari kerja bukan sesuatu yang asing. Beberapa tahun terakhir rupanya pemerintah berbaik hati melengkapi sarana puskesmas kecamatan dengan Fasilitas Rawat Inap 24 Jam meskipun masih dalam versi “daerah”. Keberadaan fasilitas ini sangat membantu masyarakat Pulau Rupat yang mendadak sakit dan tidak bisa menunggu speedboat menuju kota untuk berobat. Setidaknya puskesmas tetap menjadi pelayanan primer bagi masyarakat rupat untuk mengatasi masalah kesehatan. Mobil ambulance yang dimiliki puskesmas juga terhitung siaga baik membantu masyarakat yang sakit atau tidak sakit, maklum saja hanya segelintir orang yang memiliki kendaraan roda empat itupun sejenis pick-up mengangkut pasir atau ojol (getah karet). Hampir semua dokter berdomisili di kecamatan, selain jarak yang dekat dengan puskesmas induk, akses menuju kota lebih mudah sehingga pasokan obat bisa terkendali. Beberapa dokter juga membuka praktek pribadi selain mengabdi di puskesmas.

Sabtu, 07 Desember 2013

Hak vs Perempuan





            " Duh kamu jadi perempuan kok malas begitu." Sepotong percakapan yang sering diucapkan dan ditujukan kepada perempuan yang enggan melakukan yang disuruh.

Saya sedikit tergelitik dengan ucapan sejenis itu, bagaimana tidak? tidak perlu membawa gender untuk melabelkan sebuah kemalasan bukan? Bukankah kemalasan itu hadir tanpa memandang gender? Tua, muda, kaya, miskin, laki-laki, perempuan dan siapa saja bukankah memiliki potensi untuk malas? Saya ajukan sebuah pertanyaan, sebesar apakah dampak jika seorang perempuan malas? Apakah nilainya sama dengan seorang laki-laki yang malas? Saya mencoba menjawab dengan asumsi di masyarakat.

“ Oh, tentu beda karena perempuan itu kelak menjaga anak-anaknya. Kalau dia malas bagaimana bisa menumbuhkan generasi yang hebat?”

“ Perempuan itu tidak boleh malas, apa yang dilakukan akan berdampak pada banyak hal. Bayangkan saja jika seorang ibu malas, apa yang akan terjadi? Rumah berantakan, dapur berantakan, suami ikutan malas, anak malas, semua malas.”

Maaf, saya tidak sanggup lagi menulis jawaban asumsi yang beredar di luar sana atas pertanyaan di atas. Hei kaum adam yang hebat, tidak kah kalian merasa ada sebuah ketidakadilan atas asumsi jawaban di atas? Bukankah kelak kalian juga akan ikut andil untuk menjaga anak-anak kalian? Bukankah jika kalian malas juga akan berdampak pada banyak hal? Lantas kenapa masih saja mengatakan bahwa perempuan itu tidak boleh malas?

Saya tidak paham bagaimana dulu sterotipe sejenis ini bisa tumbuh dan menjadi bahan turun temurun. Ya, budayalah yang membentuk. Patriarki sangat melekat pada budaya di hampir semua negara di dunia. Budaya ini menempatkan laki-laki memiliki kekuasaan termasuk kekuasaan atas perempuan. Jaman dahulu perempuan menerima saja dengan labeling bahwa perempuan tempatnya di kasur, sumur, dapur. Haknya atas ranah publik dianggap sesuatu yang menentang budaya patriarki. Barang siapa perempuan yang tidak suka di dapur maka cacatlah dia. Tidak akan dipilih menjadi pasangan hidup, pilihannya : dia akan menjadi perawan tua kemudian mati perlahan atau hanyut dalam budaya dan merelakan haknya terasingkan. Serba salah memang.

Tidak ada yang salah dari sebuah dapur hanya saja kadang labeling ini justru dimanfaatkan kaum laki-laki untuk melakukan penindasan terhadap perempuan. Seorang laki-laki memiliki istri kedua karena istri pertamanya dianggap tidak pecus mengurus urusan dapur. Hanya urusan dapur, seolah-olah itu kesalahan mutlak dan sialnya masyarakat akan menganggap wajar.

“ Jelas suaminya mencari istri muda, lha istri tuanya tidak pecus mengurus dapur.”

Menyedihkan.
Rumah tangganya hanya dibangun dari seonggok dapur.

Penjagaan anak-anak diserahkan sepenuhnya kepada istri karena suami mencari nafkah. Baikkk, bisa diterima namun kadang bias ini muncul tatkala terjadi masalah pada perkembangan anak.

“ Kamu tidak pecus mengurus anak, selama ini apa saja yang kamu lakukan sampai anak kita terlibat tawuran seperti itu?” bentak suami muda pada istrinya.

Hai para lelaki berhati budiman, jika kamu melakukan itu berarti bentakanmu itu adalah kebodohanmu. Bentakanmu menunjukkan bahwa dia laki-laki yang tidak bertanggungjawab dan egois. Hanya memikirkan ranah atas konstruk masyarakat yang tidak terlalu penting untuk diterapkan dalam kehidupanmu sendiri. Percayalah kalian juga punya hak atas pembentukan karakter pada anak. Coba resapi.

Saya yakin stereotipe pada laki-laki dan perempuan itu akan terus melekat dan tidak akan berubah jika tidak dikikis perlahan. Sebenarnya stereotipe tidak akan menjadi bias jika ketidakadilan tidak tercipta namun sialnya ketidakadilan itu juga bentukan dari masyarakat, jika hanya menimpa segelintir orang maka tidak akan dianggap bias. Semua butuh bukti nyata dan melibatkan banyak orang. Ironi.

Mulailah segalanya dari diri sendiri.
Refleksikan.

Pahami dan raihlah hakmu
Hargailah dirimu sendiri J

Kamis, 08 Agustus 2013

Dua dan Empat :)

Dua, empat berdiri sendiri di sabana antah berantah. Dua dan empat bergandengan serta beriringan. Membutuhkan ratusan malam dan ribuan detik untuk menyatukan mereka. Sebuah perjalanan yang panjang hingga mereka tak akan terpisah.

Tidak hanya berjalan, mereka merangkak, berlari, terpelosok bahkan sepermiliar detik mereka berhenti karena merasa lelah. Jalannya tidak semudah seolah mata mengedipkan kelopaknya atau semudah tangan mengatupkan jari-jarinya.

Deraian hujan dan tiupan angin sesekali menyesatkan langkah dua dan empat. Mereka hampir terpisah namun kompas semesta selalu berhasil membawanya pulang.

Dua meneteskan airmata, empat menyekanya.
Empat berderai keringat, dua menghapusnya.
Dua tertawa, empat terbahak.
Empat terpingkal, dua hendak terjungkal.

Sebuah tendesi yang bernama ego pernah memisahkan mereka. Berjalan dengan cabang dan terpincang. Sebuah perekat yang bernama mimpi telah menopang mereka kembali.

Dua dan empat bergandengan tangan.
Merapal doa, menapak asa dan membangun masa.

Selamat datang dua empat...
Kalian akan menjadi jembatan seperempat abadku :)

*8 agustus 2013*

Selasa, 06 Agustus 2013

Tersedang


Kamu pernah?
Aku sedang,
Berekstrovert di tengah keintrovretan yang ekstrovert

Kamu pernah?
Aku sedang,
Membabibuta mencari keriuhan di tengah keramaian

Kamu pernah?
Aku sedang
berlari di tempat diantara para pejalan di tempat

Kamu pernah?
Aku sedang
Membangun istana di dalam sebuah neraka

Kamu pernah?
Aku sedang
Menyusun berjuta-juta lembaran yang bernama kelapangan diantara kesempitan yang kian menghimpit.

Kamu pernah?
Aku sedang
Memasang pancang di tengah lautan lumpur

Kamu pernah?
Aku sedang
mengukir ulasan bibir di tengah wajah tanpa ekspresi

Kamu pernah?
Aku sedang
Merangkai isyarat baru dengan para pembisu kata

Kamu pernah?
Aku sedang
Menikmati api di dalam sebuah sekam neraka

Kamu pernah?
Aku sedang dan aku sedang

Kamu pernah?
Aku sedang dan aku sedang

Kamu pernah?
Aku sedang dan akan selalu sedang

Kalau kamu tahu
Aku sedang



*Pesedang yang sedang 070813

Selasa, 23 Juli 2013

Kutub yang Usang

Malam ini aku memilih menyusuri jalan membelah kegelapan.
Hanya berteman bulan purnama yang berwajah sendu. Kami beradu. Gelap sedang singgah di desaku. Tidak ada cahaya yang memancar kecuali dari pelita sederhana yang cahayanya terselip diantara dinding kayu. Beberapa orang memilih duduk di depan rumah untuk sekedar menikmati semilir angin. Mereka seolah bayangan, sekelebat hitam. Aku sedang menikmati kesendirian menapak asa. Kini rumah itu tidak lagi menjadi magnet, kutubnya sudah usang dan minta diasah atau bahkan diganti baru. Ketakutan menyelemur membasuh rumah sederhana itu. Ingin aku menghentikan langkah dan tetap terpaku di tengah jalan bermandikan cahaya malam. Namun kesenduan sang bulan seolah-olah memintaku untuk tetap melangkah dan berlindung di rumah itu. Melambatkan langkah lantas tidak akan melambatkan laju waktu. Waktu tetaplah waktu yang seakan memiliki kaki untuk terus berjalan. Hati meronta, rumit seperti benang kusut yang tak lagi runtut. Sepercik cahaya melambai-lambai menyambut langkahku, kakiku kaku dan beku. Percuma meronta, karena ini adalah sebuah realita. Pilihannya membangun asa atau aku akan tersembab dalam luka. Kuhembuskan nafas dan kutata hati. Riuhnya sudah terdengar dari ujung jalan. Dekat dan semakin dekat. Pintu terbuka lebar, aku kembali memasuki kutub usang dan kurelakan melepas kenikmatan kesunyian membelah kegelapan.

Sabtu, 20 Juli 2013

Bukan Tentang Saya

Pagi ini perjalanan ke Rupat dari Bengkalis diwarnai haru yang menderu. Bukan karena lambaian tangan melepas kepergianku, bukan juga ucapan perpisahan yang seolah kita tidak akan bertemu. Sebuah deretan huruf yang terangkai apik membentuk sebuah cerita yang inspiratif. Tulisan dalam blog turun tangan. Kalau kamu pikir saya promosi, ohh jelas tidak!! Saya ingin menyebarkan semangat keoptimisan tentang sebuah masa depan.
Membaca cerita yang terangkum indah itu membuat saya berpikir bahwa saya tidak pernah sedikitpun menyesal berada di titik ini, dimana sebelum sampai di titik ini, banyak nyinyiran dan cemoohan yang menghadang. Bukan sekedar melepas kenyamanan namun ini tentang kebermanfaatan bagi orang lain. Banyak cara dilakukan untuk dapat bermanfaat namun waktu adalah sumber daya yang terbatas. Tidak perlu menunggu dan banyak berwacana, lakukan saat bisa dilakukan. Memori itu terangkai kembali. Atmosfernya bisa saya rasakan seperti waktu itu. Keikhlasan, keyakinan dan keoptimisan menjadi lapisan atmosfernya.
Melihat mereka menggantungkan cita-cita, membuka mata mereka akan dunia, menanamkan sebuah karakter kebangsaan. Itu kebahagiaan yg jelas tidak bisa saya jelaskan. Senyum, tawa, binar, dan  keoptimisan membuat saya yakin bahwa negara ini akan tumbuh dengan manusia yang hebat dan menjunjung negara ini di mata dunia. Kalau kau pikir ini hal kecil, memang!! Namun segalanya tidak harus dimulai dari hal yang besar. Hal yang besar itu justru muncul dari sesuatu yang kecil. Lakukan, lakukan dan lakukan.
Mengutip kata-kata dalam blog turun tangan bahwa
" Kelak kita akan pulang,menjawab doa ibu,menjawab doa ayah,dengan membawa ilmu,membawa manfaat bagi kampung halaman,bagi negeri,bagi umat"
:)


Jumat, 14 Juni 2013

Mereka adalah Candu

Aku tidak tahu lagi harus mendefinisikan bahagia seperti apa. Tidak akan bisa aku sandingkan ketika aku pertama kali jatuh cinta dan memiliki kekasih. Tidak bisa disandingkan ketika aku menang lomba menulis. Tidak bisa disandingkan ketika aku wisuda dan langsung mendapat kerja. Tidak bisa aku sandingkan ketika aku bisa memberikan apa yg ibu inginkan. Ini bukan soal perbandingan karena bahagia memiliki banyak sisi yang tidak bisa disamakan.

Ini soal kebahagiaan yang tidak bisa aku ungkapkan dengan apapun.
Anak-anak muridku adalah candu. Hal yang bagi kita kecil tetapi tidak bagi mereka. Bagaimana aku tidak ikut bahagia jika mata mereka selalu berbinar dan tawa mereka selalu melebar. Ahhh, sosok mereka sudah melekat di otakku.

Bagaimana aku tidak bahagia jika setiap jumat mereka selalu minta pramuka; mereka memintaku mengajari matematika dan pelajaran lain; berteriak riang saat kuajak bermain drama ; bercerita seru tentang upacara bendera; bertepuk semangat sebelum pelajaran di mulai; bermain bersama di pantai; makan siang dengan lauk seadanya; bermain bola dan memintaku merekamnya; bercerita horor setelah selesai masuk hutan; memanggilku ketika aku lewat; mengatakan rindu jika aku tidak hadir di sekolah beberapa hari; memanggilku ibu cantik setiap aku masuk kelas; mengucapkan terima kasih setelah mendapat bantuan; meminta tos setiap aku lewat dekat mereka; membawakanku jambu biji karena tahu aku suka jambu biji; bernyanyi bersama; memintaku mengajar mereka ketika tahu aku tidak lagi mengajar kelas mereka; mencari ketam bersama; mencari durian gugur di musimnya ; dan masih banyak lagi. Mungkin halaman ini tidak akan cukup untuk menjelaskan seperti apa bahagiaku ini, namun mungkin lembaran hidup bersama mereka akan selalu menjadi lembaran emas dalam hidup yang tak akan pernah usang.
Terima kasih anak-anak.

Ibu bersyukur dipertemukan dengan kalian di pulau kecil ini. Ibu yakin suatu hari nanti salah satu dari kalian akan menjadi orang hebat di negeri ini.
Ibu Rakhma sangat mencintai kalian.
08.14 WIB , Dusun Parit Baru, Rupat Utara.




Minggu, 26 Mei 2013

Gadis Penjual Karcis

Ratu hanya menjadi sosok di dalam pikirannya. Bahagia kadang menjelma menjadi sebuah madu yang manis namun sesekali menjadi racun yang melukai dirinya. Duduk dan menunggu penumpang membeli lembaran karcis di tangannya. Sebenarnya dia sudah tahu jika tak akan ada lagi kapal-kapal bersandar. Demi sebuah kebahagiaan dia menjadi gadis penjual karcis kapal. Demi menjadi seorang ratu yang hadir di dalam kerajaan imajinasinya. Lelaki itu datang dan  menceritakan tentang euforia sebuah kerajaan. Dia cukup mendengar dan hanya berimajinasi masuk di dalamnya. Lelaki berjambang terus bercerita tanpa jeda, dan tanpa jeda pula sang gadis ikut bereuforia.
Menunggu kapal datang berbanding lurus dengan bereuforia dengan lelaki itu. Begitu kapal tak lagi bersandar maka lenyaplah euforia itu. Hanya dengan menjadi gadis penjual karcis, dia bisa menikmati bahagianya meski kadang menyakitkan. Dia ingin menangis namun madu bahagianya jauh lebih besar dari racun bahagia.

            Entah sampai kapan dia akan menjadi gadis penjual karcis, mungkin hingga lelaki tegap itu tak lagi datang. 

Jumat, 24 Mei 2013

Konversi Malam


Lampu-lampu mulai dipatik untuk dapat menerangi malam, burung-burung kembali ke peraduan dan temaram mulai menampakkan kesunyiannya. Bukan untuk terlelap di antaranya namun malam membuatku terjaga. Seperti burung hantu yang menanti malam untuk dapat merasakan kehidupan, seperti kelelawar yang terbangun dan siap memangsa agar tidak kelaparan.
Aku tetap terjaga, menanti setiap detik, menit, dan jam bergerak. Kalau banyak orang tidak peduli dengan suasana malam maka tidak aku, aku terlalu peduli bahkan aku terlalu posesif. Meskipun sebenarnya aku tidak tahu seperti apa malam itu namun yang aku tahu hanya melalui malam lah, sisa detik dan menit ini sangat berarti. Tidak perlu dikonversikan menjadi sebuah percakapan, cukup dalam diam. Diam itu membuat udara di sekitarku dapat mengantarkan tentang dirimu, lewat udara aku merasakan rindu, lewat udara aku merasakan kasih yang kian berbuih. Udara itu beranak pinak menjadi sebuah dopping dan jelas menjadi sebuah candu yang terus memburu.
Jika boleh meminta, aku tidak ingin sang fajar terbangun dari tidurnya. Aku tidak rela setiap sisa penghabisan detik dan menit ini meluruh perlahan.


Tapi tunggu! bukankah pagi akan mengembalikan malamku? Akan mengembalikan penjagaanku atas konversi itu?

Selasa, 14 Mei 2013

Grow a day older


Every i read this, you are the first who come to my mind...
" if everything has been written down, so why worry..."



Kamis, 09 Mei 2013

Pahlawan Renta



...Don't judge the people by the cover...

Sepenggal pepatah yang sering banyak diucapkan orang lain dan lagi-lagi hari ini aku harus mengucap syukur karena Tuhan masih menegurku untuk berpikiran positif.
Hari ini aku, stanly dan tika pergi ke dumai. Sebuah kota tempatku mencari hiburan karena di rupat,domisili kami, tidak aa hiburan kota..bagi kami dumai adalah surga, meskipun kotanya tidak terlalu besar dan lengkap namun sangat berarti bagi kami. Setelah 24jam berada di kota ini, kami memutuskan pulang ke pulau rupat dengan menggunakan roro, sejenis kapal feri namun ukurannya lebih kecil. Karena kami ketinggalan roro di jam pertama maka kami harus menunggu roro di jam terakhir yaitu pukul 4 sore. Akhirnya kami memutuskan menunggu di musola dekat pelabuhan yang masuk kawasan kantor kecil milik chevron . Di samping pelabuhan terdapat sepetak rumah kecil yang dihuni oleh bapak yang sudah senja. Kami duduk di teras masjid sebelum masuk, si bapak memandangi kami. Setelah itu dia berteriak menyampaikan pesan agar pintu muaola ditutup lagi. Agak sedikit kesal karena dipandangi dengan tatapan aneh kemudian berteriak. Aku mengumpat dalam hati dan sempat berpikiran bapak adalah orang yang agak tidak waras.

Tiba tiba ada segerombolan anak yang entah berasal dari mana ingin menumpang ke kamar mandi musola. Dengan cepat si bapak melarang anak memasuki kawasan tersebut dan bertanya kepada anak anak tersebut. Ternyata anak anak itu ingin minum air di kamar mandi, dengan rasa kaget si bapak lalu mempersilakan mereka masuk ke rumahnya yang sangat sederhana untuk diambilkan minum.

Hati ini sedikiy bergetar ketika mendengar pernyataan si bapak, seketika merasa bersalah atas prasangka yang terlalu negatif. Kemudian stanly duduk di bawah pohon di dekat musola. 

" hay ngapain kamu disana, mari kesini jangan disana. Kalau mau istirahat di rumah bapak saja." ajak sang bapak dari kejauhan yang seari tadi memperhatikan gerak gerik kami.

Ternyata dia bercerita bahwa dia berasal dari banten jawa barat dan sudah 25 tahun menjaga kawasan kantor kecil chevron. Dia bekerja tanpa di bayar.
Hanya sepenggal kisah tentang hidupnya, ya meski hanya sepenggal namun membuatku menepis segala pikiran negatif yang sedari tadi menaungi otakku.

Minggu, 05 Mei 2013

Kembalinya Sang Puzzle




Awalnya hanya sebuah puzzle yang berantakan dan tidak membentuk gambar apapun. Puzzle itu meringkuk di lantai dan sesekali merasakan dinginnya desisan angin yang berhembus perlahan lewat sela-sela ventilasi. Tak tersentuh, hingga masa akan bersiap melahapnya dan tamatlah riwayat sang puzzle.

Sebuah tangan memunguti kepingan puzzle yang berserak dan memasangkannya secara perlahan. Semakin lama sebuah gambar muncul dari badan puzzle. Sebuah gambar sepasang sepatu yang manis.
Itulah kita, ibarat sebuah puzzle yang berantakan kemudian karena ada tangan yang peduli dan logika yang membuat setiap bagiannya saling melengkapi kemudian tersusun rapi.

Selasa, 23 April 2013

#World Book Day#

Entah dari kapan, yang aku tahu sampai detik ini, hidung ini selalu menambatkan sensor nya pada aroma kertas yang berlembar-lembar itu. Ibarat cinta, in adalah cinta sejati yang tidak akan berpaling. Tak pernah bosan dan radar nya selalu menggetarkan. Aromanya tidak berhenti di hidung atau bahkan faring namun melejit jauh ke ujung-ujung syaraf kemudian menghadap sang raja otak agar memberi titah pada sang hati untuk mengiba cinta pada lembaran itu..hmm jatuh cinta lebih tepatnya.
Ahh, birokrasi yang rumit.
Tidak!! Tidak untuk urusan yg satu ini. Birokrasi untuk jatuh cinta ini singkat dan cepat bak kilat. Bahkan tertancap hebat pada long term memory.
Jadi wajar jika aku begitu mencintai lembaran lembaran yang beraroma khas dan selalu merapalkan aksara yang tertoreh di dalamnya seperti sebuah mantra. Mantra cinta yang tak habis
Kekuatannya.

Selamat hari buku....  :)

Senin, 08 April 2013

Tentang siapa?

Siapa yang menyangka detik ini bahagia
Bahagia tentang kamu, tentang mereka dan tentu tentang kita

Siapa yang menyangka detik ini bahagia
Bahagia mengingat kamu, mereka dan kita

Bahkan bahagia ini tidak bisa diungkapkan dengan luapan apapun
Di hati, ya di hati cukup merasa
Lagi lagi tentang kamu, mereka dan kita :)

Selasa, 02 April 2013

Anak Pulau Ke Kota




Bulan Februari adalah bulan yang ditunggu-tunggu muridku, pasalnya di akhir bulan ini mereka akan mengikuti olimpiade sains tingkat nasional. Bayangkan saja anak pulau perbatasan yang lebih banyak mengenal negeri tetangga daripada negerinya sendiri akan bertanding melawan jutaan anak di seluruh Indonesia. Ajang berkompetisi dan melatih keberanian untuk maju, itulah tujuan aku mengikutkan mereka di olimpiade ini.
***
Bulan Maret adalah bulan yang ditunggu-tunggu muridku, pasalnya akhir bulan Maret adalah pengumuman siswa yang berhasil maju ke babak semifinal di kabupaten. Bayangkan mereka akan ke kabupaten yang ditempuh selama 5 jam menggunakan speedboat atau kapal pompong. Selama bertugas di Pulau Rupat, pulau perbatasan ini aku menggunakan provider Telkomsel lebih tepatnya simPATI, karena di pulau ini sinyal paling jagoan adalah Telkomsel.  Paket Blackberry Sosialita menjadi pilihanku karena murah dan bisa browsing sepuasnya. Tepat  tanggal 23 Maret, Ada BBM masuk  via group teman-teman seprofesi, salah satu dari mereka mengabarkan bahwa pengumuman hasil olimpiade sudah keluar dan bisa download di internet.  Bergegas aku BBM temanku mengenai pengumuman tersebut. Bukan main senangnya mendapat info yang cepat, perasaan bercampur aduk antara senang, sedih, terharu, berdebar. Tidak perlu mencari spot untuk mencari sinyal, kebetulan di depan rumah keluarga angkatku adalah tower telkomsel. Aku segera browsing dan download beberapa hasil pengumuman yang berbentuk Pdf. Mataku segera mencari nama-nama muridku. Sekali lagi, jantungku berdebar kencang. Pandanganku berhenti kala melihat sederet nama yang tidak asing. 14 Muridku lolos ke babak semifinal olimpiade sains akhir April ini. Sujud syukur dan aku kabarkan berita gembira ini kepada kawan dan sanak saudara. Kabar itu aku bagikan via BBM, Twitter, facebook dan sosial media lainnya. Banyak dari mereka yang merespon positif dan merinding dibuatnya. Aku ingin mereka yang di luar sana tahu bahwa anak pulau disini tidak kalah hebat dan justru jauh lebih hebat. Aku merasa sangat terbantu menggunakan paket  Blackberry Sosialita. Semoga dengan bantuan telkomsel dan segala kemudahan fiturnya aku bisa mengabarkan ke dunia bahwa muridku bisa lolos ke babak final di ibukota nanti. Selamat berjuang anak-anak hebatku .. J

NB : ingin tahu lebih banyak tentang layanan terbaru simPATI paket BlackBerry sosialita bisa klik TVC simpati new BB Sosialita dan  www.telkomsel.com/bb-sosialita

Minggu, 31 Maret 2013

Romansa Dalam Hening


Temaram mulai tiba. Burung-burungpun perlahan kembali ke peraduan dan sang bulan siaga menjaga malamnya agar tetap bercahaya. Di sebuah rumah kayu yang sudah renta itu nampak dua insan sedang mengadu kasih. Sepertinya sudah sangat lama mereka menanti rindunya terurai. Tak ada suara yang merambat, hanya sebuah bisikan bisikan lembut yang tertambat. Sosok yang menjadi sandarannya sedang bercerita tentang asmara. Layaknya seorang anak kecil yang diceritakan dongeng, sang gadis menyimak dengan seksama. Hatinya perlahan mengurai aksara aksara yang mengalir dari mulut sang pria. Sesekali sang pria menatap lekat sang gadis kemudian mengecup keningnya, kemudian dirangkainya lagi kisah untuk sang gadis. Bagi sang gadis, ini seperti pertunjukan kesukaannya, telinga, mata dan hatinya menangkap segalanya. Malam semakin sunyi dan sunyi semakin sepi, tak ada kehidupan selain mereka. Kini mereka berbincang yang meyisakan jutaaan kisah tentang sang pria, gadis dan tentang mereka. Rupanya mereka sedang membangun sebuah bangunan yang indah melebihi indahnya berjuta-juta istana yang pernah ditemui dan sebuah bangunan yang kuat bahkan lebih kuat dari sejuta tonggak sekalipun. Malam semakin pekat,pekat,pekat dan mereka tidak lagi dekat namun semakin lekat. 

Minggu, 24 Maret 2013

Dua Kata




Tidak ada kupu kupu yang brterbangan di perutku

Tidak ada keresahan karena lupa mengunci pintu dan jendela kala temaram tiba
Tidak ada bersolek yang memikat sang pemikat
Tidak ada ketidaksabaran menunggu esok hari
Tidak ada percakapan dengan bulan tentang dia

Tidak ada perekat dua kata yang melambungkan banyak insan

Tidak ada kata jatuh dan kata cinta



...tapi selalu ada kata mencintai untuk sesuatu yang dirangkai...


Jumat, 22 Maret 2013

Pulau Batas, Sinyal tak Berbatas



Sebaik baiknya manusia adalah yang mau berbagi kepada sesama.

Kali ini saya akan berbagi sebuah pengalaman. Saya bukanlah pelanggan simPATI yg sudah berpuluh puluh tahun. Saya juga bukan orang yang tahu seluk beluk simPATI. Saya tergolong newbi. Baru 5 bulan menggunakan provider berwarna merah ini. Tepatnya bulan November 2012 saya dikirim ke daerah terpencil untuk mengabdi menjadi guru sekolah dasar. Sebelum keberangkatan ada banyak kekhawatiran termasuk tidak dapat berkomunikasi dengan keluarga di Jawa. Oleh karena itu saya mengganti provider telepon menjadi simPATI  Tidak ada pengalaman sebelumnya menggunakan simPATI termasuk feature apa saja yang tersedia. Dalam pikiran saya, yang terpenting bisa telepon, sms dan syukur-syukur bbm-an. Saya ditempatkan di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Mungkin tidak banyak orang yang tahu dimana letak pulau itu namun pulau itu masih menjadi bagian dari negeri bumi pertiwi ini dan namanya masih tertulis manis di peta indonesia. Pulau Rupat adalah pulau perbatasan Malaysia-Indonesia. Untuk menjangkaunya harus melewati selat dumai selama 2 jam menggunakan speed boat dari kota Dumai, barulah sampai di desa tempat saya tinggal. Begitu sampai di desa, sinyal kembang kempis tidak karuan. Berusaha mencari tempat sebagai titik harapan. Saya berusaha agar bisa berkomunikasi dengan dunia luar melalui bbm. Pesan pesan bbm yg biasanya ramaipun kini tampak sepi dan sunyi. Saya panik sebenarnya namun berusaha agar tetap tenang. Wajar saja jika saya panik karena saya hidup sendiri di desa yang masih asing bagi seorang anak rumahan seperti saya, biasanya bbm adalah teman di kala sepi, namun kini tidak lagi. Setelah berbincang dengan warga sekitar selama beberapa hari ternyata di Pulau Rupat ini sudah dibangun tower telkomsel hanya saja sedang di perbaiki. Bagaikan menemukan oase di padang pasir, hati saya melonjak kegirangan. Harapan yang tadinya pupus kini terbuka kembali. Tidak membutuhkan waktu yang lama. Dua minggu sejak kedatangan saya, tower sudah siap, sinyal di layar handphone pun melejit. Nada bbm yang mulanya senyap kini riuh kembali. Kabar dari dunia luarpun berdatangan. Tidak sulit juga untuk mengabarkan tentang alam di tanah melayu ini kepada mereka. Alam yang masih perawan dan penuh potensi. Sering saya ber bbm-an ria kepada teman teman di jawa untuk broadcast daerah ini, melalui bbm mereka jadi tahu keberadaan pulau rupat dan keindahan pantai pasir putihnya, suku akit -suku asli- ,rimbunnya hutan karet dan masih banyak lagi. Ternyata banyak teman-teman dan sanak saudara yang ingin ke sini karena berita yang saya kabarkan. Saya menggunakan layanan BlackBerry full service sehingga kabar tentang pulau ini bisa saya bagi melalui bbm, twitter, facebook dan beberapa media sosial. Kecepatannya juga tidak tertandingi apalagi tower telkomsel berdiri gagah di depan rumah keluarga angkat saya. Bahagia berlipat-lipat ganda dan kantong syukur semakin bertambah Sejak menggunakan simpati pun, keluarga saya di Jawa yang semula berbeda provider kini beralih ke simpati karena sinyalnya juara bahkan di daerah terpencil seperti ini. Telepon, sms, bbm bahkan berselancar di dunia maya pun sekarang tidak menjadi kendala.

Boleh saja saya hidup di pulau perbatasan yang tidak dikenal namun bukan berarti kabar yang saya terima menjadi terbatas.



Entah seperti apa jadinya ketika tidak ada sinyal yang mampu menembus pulau perbatasan ini. Beruntung simpati telah mengembangkan jaringannya di pelosok negeri. Terima kasih simpati :)


NB :
ingin tahu lebih banyak tentang layanan terbaru simPATI paket BlackBerry sosialita bisa klik TVC simpati new BB Sosialita dan  www.telkomsel.com/bb-sosialita