Senin, 17 Februari 2014

Bisikan Tuhan untuk Pangeran

Hei pangeran,
Kicauanmu menjelang tidurku membuatku tetap terjaga menjelang fajar. Tidak biasanya kau menjadi sosok pembicara ulung yang seolah sedang bergelora di hadapan para peserta
.Kini aku menjadi telinga dan kamu menjadi sepotong bibir.
Bibirmu merah meredup dan sedikit bergetar. Bukan getir yang melintir tetapi ada petir yang mulai menyisir kemudian hatiku berdesir.
Kau melupakan detak waktu yang terpacu bersama detak jantungmu.

Hei pangeran,
Pilinan ceritamu membuatku sadar bahwa kamu ingin aku ikut merangkai bersama, tapi maaf aku hanya sosok telinga. Daun telingaku bergetar menangkap frekuensi yang menjadi desis.

Hei pangeran,
Sebenarnya tanpa kamu minta aku merangkai, aku sudah melakukan. Aku ini tubuh untukmu. Mata, telinga, pundak, tangan, kaki, semua bernyawa untukmu. Kesedihan itu milik orang orang yang tidak pernah kenyang dengan nasi hasil bulir keringatnya. Kau tentu kenyang bukan? perutmu saja mirip gendang yang meriuhkan lengang.

Hei pangeran,
Kakimu cukup kokoh untuk berjalan sejauh melintasi tiga samudra dan enam benua di dunia bahkan ke planet yang tidak dikenal. lekas sunggingkan senyum di wajah tampanmu. Ulasan bibirmu akan tampak indah jika merekah. kalau kamu lelah silakan beristirahat, aku yakin Tuhan tidak akan ikut istirahat bersamamu. Percayalah Tuhan sedang tersenyum. Langkahkan kembali kakimu jika energi dalam tubuhmu sudah terkumpul. Jalan, jalan, tak perlu berlari seperti sedang diburu.

Hei pangeran,
Kemarin aku sempat bercakap dengan Tuhan. Kata-Nya dia senang menemani perjalananmu, mintalah lagi agar dia tidak meninggalkanmu. Lantas kemudian Dia berbisik padaku.

Hei pangeran
Kau tahu apa?

" di dalam tubuh pangeran ada roda dan dinamo. Semakin dia melangkah, semakin terus berputar rodanya dan semakin bersinar lampu pada dinamo."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar