Kamis, 03 Juli 2014

Surat Terbuka Untuk Bapak


Bapak,
Waktu begitu cepat, banyak hal yang terjadi setelah engkau pulang dan tak kembali. Geli sebenarnya mengingat bahwa engkau tak akan menginjakkan kaki di rumah surga yang terakhir kau cat sembari bersiul. Aku, iya aku. Sekarang pindah domisili. Maaf ya Pak, bukan tidak sayang ibu dan keluarga tetapi ada pilihan yang pada akhirnya demi mereka. Kerjaannya menyenangkan (sekali), tentu kau akan suka mendengar ceritaku sambil aku memijat kakimu. Hahah ada sesorang yang menggantikan pijatan terenakku disana, Pak? Oh tentu, pasti pijatan terenak di dunia ini hanya punya putrimu yang sangat cengeng. Iya, itu aku.

Bapak,
Kos disini murah, suasana juga tenang. Kini aku bisa menabung lagi untuk biaya menikahku tahun depan. Bapak harus datang! Meskipun aku tidak akan pernah melihat sosokmu kelak. Kemarin aku ke Malang menghadiri sebuah acara pernikahan sahabat, akhirnya ke Malang juga! Maaf ya Pak, dulu tidak pernah mau diajak ke Malang, rupanya itu ajakan terakhir. Pokok nya surat terbuka ini tidak akan menceritakan kesedihan. Aku janji! (Dua jari-bukan kampanye). Lantas di pernikahan itu ada adat pamit orang tua. Duh bapak, kenapa pergi dulu sih? Bagaimana putrimu kelak minta ijin? Lucuu ah. Tapi tenang nanti aku akan silaturahmi ke rumahmu untuk minta ijin. Ingin sendirian kesana sambil mengajakmu bercerita , tapi si Gendut selalu ikut. Maaf ya Pak, kemarin menangis di depan rumahmu. Soalnya bapak sih tidak bisa melihat betapa senangnya aku punya penghasilan lagi.

Bapak,
Ada hutang yang belum putrimu sampaikan sebelum kau pergi. Cuma butuh persetujuan hubunganku dengan lelakiku. Dia mirip bapak, sangat baik dan tidak banyak berteori, tenangg saja, dia tidak akan menggantikan posisi bapak kok. Ibu sangat sayang dengan dia. Kalau tidak ada halangan tahun depan kami akan menikah. Tapi rencana hanyalah rencana jika Tuhan tidak menghendaki. Menyerahkan seluruhnya.

Bapak,
Sudah masuk bulan ramadhan nih Pak. Ingat sekali, bapak tidak pernah bolong puasa dan selalu mengisi khotbah di masjid dan lagi-lagi putri nomer duamu ini selalu protes jika sholat yang kau imami terlalu cepat dan khotbah yang terlalu lama. Hahaha, putri cantikmu ini selalu suka berdebat, bertanya, dan komentar. Sekarang aku sudah tidak tahu lagi bertanya kepada siapa jika ada perihal agama yang ingin kutanyakan. Ah, kenapa dulu bapak tidak membuat kumpulan buku atau pertanyaan disertai jawaban khusus buat aku. Jadi aku tidak perlu panik ketika bapak tidak kembali untuk duduk bersamaku.

Bapak,
Aku benci menangisi kepergianmu. Hanya luka yang tersisa. Duh aku pikir aku sudah dewasa karena hendak berusia 25 tahun, nyatanya masih saja aku jadi putri ingusanmu yang cengeng. Oh iya, sebentar lagi ulang tahunku. Kasih kado dong pak buat aku, hihihi. Pokoknya aku bakal menunggu sehari tepat di hari ulang tahunku. Begitu datang nanti aku traktir wedang uwuh yang pernah aku janjikan padamu. Sederhana bukan? Duh lupa lagi! Hari ini gaji pertamaku, kau minta apa Pak? Ingin ikan bakar kesukaan bapak? Atau aku belikan apapun yang bapak minta.

Bapak,
Putrimu ini sedang belajar masak nasi. Hihi dulu kan setiap pagi bapak yang menanak nasi. Menyesal, kenapa acuh ketika diajarin sama bapak. Ternyata mudah dan tetap saja gagal. Hahah, paling tidak aku mencoba. Bener kan Pak? Mentalnya bukan mental tempe meskipun makannya tempe. Hihihi enakkk. Nanti kalau aku sudah pandai memasak, aku pamer ah pokoknya ke bapak dan engkau harus wajib fardhu ain mencicipi. Meskipun aku tahu komen bapak selalu menyenangkanku. Makasih ya , Pak.

Bapak,
Setiap bulan aku janji akan datang ke rumahmu, setiap hari kubawakan bekal doa untukmu dan setiap saat terus merindukanmu. Kelak kalau kita bertemu entah dalam waktu dekat atau lama, aku janji akan menceritakan banyak hal padamu. Sekarang aku mau tidur dulu, siapa tahu kau membaca dan memberi komentar, secara kita berdua selalu komentar atas hal apapun. Hihihi

Salam Sayang dan Rindu,

Putri cantikmu, Nina J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar