Bapak,
Waktu
begitu cepat, banyak hal yang terjadi setelah engkau pulang dan tak kembali. Geli
sebenarnya mengingat bahwa engkau tak akan menginjakkan kaki di rumah surga
yang terakhir kau cat sembari bersiul. Aku, iya aku. Sekarang pindah domisili.
Maaf ya Pak, bukan tidak sayang ibu dan keluarga tetapi ada pilihan yang pada
akhirnya demi mereka. Kerjaannya menyenangkan (sekali), tentu kau akan suka
mendengar ceritaku sambil aku memijat kakimu. Hahah ada sesorang yang
menggantikan pijatan terenakku disana, Pak? Oh tentu, pasti pijatan terenak di
dunia ini hanya punya putrimu yang sangat cengeng. Iya, itu aku.
Bapak,
Kos
disini murah, suasana juga tenang. Kini aku bisa menabung lagi untuk biaya
menikahku tahun depan. Bapak harus datang! Meskipun aku tidak akan pernah
melihat sosokmu kelak. Kemarin aku ke Malang menghadiri sebuah acara pernikahan
sahabat, akhirnya ke Malang juga! Maaf ya Pak, dulu tidak pernah mau diajak ke
Malang, rupanya itu ajakan terakhir. Pokok nya surat terbuka ini tidak akan
menceritakan kesedihan. Aku janji! (Dua jari-bukan kampanye). Lantas di
pernikahan itu ada adat pamit orang tua. Duh bapak, kenapa pergi dulu sih?
Bagaimana putrimu kelak minta ijin? Lucuu ah. Tapi tenang nanti aku akan
silaturahmi ke rumahmu untuk minta ijin. Ingin sendirian kesana sambil
mengajakmu bercerita , tapi si Gendut selalu ikut. Maaf ya Pak, kemarin
menangis di depan rumahmu. Soalnya bapak sih tidak bisa melihat betapa
senangnya aku punya penghasilan lagi.