Selasa, 22 September 2015

Kue Mangkok Gula Jawa

Beberapa waktu lalu suami ngiler lihat kue sakura (sebutan orang manado) alias kue mangkok gula jawa dan minta beli. Lantas beberapa hari kemudian saya bertekad membuat sendiri karena tidak rela kalau suami jajan di luar *idealis pemasak pemula*. Bermodal niat dan kemampuan pas-pasan akhirnya lumayan bisa menyenangkan perut suami. Uji coba pun dilakukan


Bahan :
200 gr Tepung beras
250 ml Santan cair
1 sdt Baking powder
Garam secukupnya
Gula merah secukupnya

Langkah :
1.   Sisir gula merah secukupnya ( kalau suka manis silakan diperbanyak)
2.   Masukan adonan tepung beras, garam dan baking powder. Aduk rata.
3.   Masukkan gula merah yang telah disisir dan santan cair secara perlahan hingga adonan terlihat agak encer.
4.   Tuang adonan ke cetakan kemudian kukus kurang lebih 10-15 menit. Jangan lupa lapisi tutup panci dengan kain. Angkat jika sudah mengembang. (jangan dibuka tutup)


Resep di atas hanya sekedar berbagi, silakan disesuaikan sendiri takaran jika ingin lebih banyak karena kadang saya juga masih pakai perasaan kalau memasak. Selamat mencoba

Resep Geprek Tempe

Akhirnya mimpi saya untuk menjadi warga (sementara) Yogyakarta terwujud meskipun kenyataannya tinggal di Yogyakarta pinggiran yang adem (baca: Bantul). Namun jaraknya tidak terlalu jauh sehingga masih bisa menjangkau beberapa sudut Yogyakarta yang romantis puitis.

Selama tinggal di Yogya, saya suka sekali kuliner ayam geprek yang cabenya bisa sesuka hati karena sebelumnya tidak saya temui di Semarang. Alhasil jadilah menu favorit andalan di kala lapar, dijamin pasti nasinya bisa segunung. Tidak hanya ayam tetapi juga bisa pesan tempe/tahu/tempe geprek. Apapun itu semua kesukaan dan selalu nagih.

Bahkan telinga ibu tidak asing mendengar geprek ketika anak perempuannya pulang ke Semarang. Usut diusut rupanya resep makanan ini sudah lama dipakai di rumah, hanya saja beda nama. Untuk tempe geprek, ibu menyebutnya sambal tempe.

Setahun kemudian saya harus meninggalkan Yogyakarta dan menyebrang pulau bersama suami. Tidak ada lagi geprek di kota ini, namun beberapa hari ini rindu makan geprek. Teringat ucapan ibu bahwa resep geprek sudah mendarahdaging dikeluarga maka saya bersiap membuat tempe geprek sendiri dan alhamdulillah suami suka sekali. (ini yang lebih membahagiakan)


Senin, 21 September 2015

Serabi Pisang (Gluten Free, Eggless, No Milk)

Rasanya tidak percaya ketika saya bisa mencoba dan meracik menu-menu baru baik sebagai menu utama atau kudapan. Sebelum saya menikah, ke dapur saja malas apalagi urusan memasak. Mungkin karena sudah terbiasa di rumah kami ada mbak asisten yang dipekerjakan ibu sehingga anak perempuannya termanjakan. Namun ibu pernah membesarkan hati saya “ memasak itu proses belajar, tidak butuh kemampuan khusus. Nanti kalau sudah menikah pasti bisa. Ibu dulu juga begitu.”

Akhirnya alasan inilah yang saya jadikan pembenaran. Namun memang benar menikah mengasah kemampuan memasak saya. Terlebih tinggal jauh dari orang tua dan mertua, di luar jawa yang memang belum pernah terjamah. Alasan lain karena memang di kota domisili saya banyak bertebaran makanan non halal sehingga harus bijak dalam membeli makanan.

Sudah 6 bulan ini saya dan suami juga menjadi pembelajar food combining sehingga sering mendapatkan informasi makanan sehat salah satunya makanan bebas gluten. Lantas apa itu gluten? Gluten adalah protein yang terkandung bersama pati. Gandum mempunyai kandungan gluten tertinggi. Kata dasar gluten berasal dari glu/glue, yang artinya adalam lem. Gluten inilah yang membuat adonan roti atau kue menjadi mengembang dan terasa enak. Banyak makanan di luar sana yang mengandung gluten seperti donat, roti, mie dan hasil olahan gandum. Dari sisi kesehatan, gluten berat dicerna oleh tubuh dan membutuhkan waktu cerna selama 3x24 jam. Agak ngeri membayangkan bagaimana dengan makanan lain yang harus menunggu dicerna setelah kita konsumsi gluten. Ujung-ujungnya jadi sampah. Selain itu di ilmu food combining, konsumsi gluten juga termasuk cheating, dan memang efek yang saya rasakan perut menjadi begah dan eneg. Efek inilah yang membuat saya dan suami jera untuk cheating gluten. Alhasil kami berpikir bagaimana bisa cheating namun dengan meninggalkan gluten dan tidak begitu jauh menyimpang dari juklak ( kita sebut menu tidak ideal). Jenis tepung yang bebas gluten yaitu tepung beras, tepung ketan, tepung mocaf, tepung tapioka, tepung jagung, tepung pisang dan lain-lain. Sedangkan yang mengandung gluten adalah tepung terigu.

Dari coba-coba maka didapatlah kudapan serabi pisang gluten.


Kamis, 17 September 2015

Menantang Mimpi (2)

Setelah mendapatkan email dan jadwal dari LPDP di tahap selanjutnya. Saya mulai mempersiapkan diri karena tahapan selanjutnya adalah tahapan yang menentukan apakah kita lolos atau tidak. Seperti yang sudah saya tulis bahwa periode ketiga LPDP tahun 2015 memiliki kebijakan baru terkait tahapan seleksi yaitu dengan ditambahkan writing on the spot.

Saya mulai googling tentang wawancara, kemudian membuat kumpulan list pertanyaan dari internet. Geli juga membaca pengalaman para awardee ketika wawancara diminta menyebutkan pancasila, pembukaan UUD, atau bernyanyi lagu daerah. Apapun itu, semua sudah dipersiapkan. Setelah list tersusun rapi maka saya berlatih wawancara dengan suami seolah olah beliau adalah pewawancara. Sedangkan untuk menghadapi tes LGD (Leadership Group Disscussion), saya rajin mengikuti berita dalam kurun sebulan terakhir di internet dan tentu berita terbaru.

Karena berdomisili di Manado maka saya memilih tes di Makassar. Sebelumnya seorang teman yang sudah lolos memberitahu lebih baik memilih tempat di Jawa yang sudah pasti karena jika di luar jawa dan tidak ada pesertanya maka akan dipindah tempat. Alhamdulillah, di periode ini LPDP membuka tempat di luar jawa lebih banyak seperti di Medan, Kalimantan, dan Sulawesi. Saya juga percaya bahwa ke depan akan dibuka tempat baru karena melihat antusias para putra putri bangsa mengikuti beasiswa ini.
Satu hari sebelum seleksi, LPDP mengirimkan jadwal dan saya mendapatkan waku selama dua hari. Hari pertama verifikasi berkas, writing on the spot dan LGD. Sedangkan hari kedua hanya wawancara.

Tibalah…

Rabu, 16 September 2015

Menantang Mimpi (1)

"Haus dan selalu merasa dehidrasi"

Begitulah yang saya rasakan ketika satu demi satu mimpi terwujud. Rasanya ketika satu mimpi terwujud akan ada seribu mimpi yang menantang untuk diwujudkan. So tired but its paid off and make me to say alhamdulillah.

Seperti mimpi melanjutkan sekolah lagi. Sebenarnya mimpi ini sudah terwujud  tahun 2012 ketika saya menjadi penerima beasiswa dikti calon dosen dan bisa melanjutkan di salah satu universitas favorit di Indonesia. Namun saya harus melepaskan bersamaan diterima menjadi pengajar muda di gerakan Indonesia Mengajar (IM). Bergabung di IM juga menjadi salah satu mimpi saya di tahun 2011 namun gagal diwujudkan karena tidak lolos di tahap administrasi. Kemudian di tahun 2012, saya memberanikan diri mendaftar kembali dan pembukaan selanjutnya saya dinyatakan lolos.
Ketika pilihan diambil dengan keyakinan maka tidak akan ada keraguan dan penyesalan dalam menjalaninya. Justru banyak hal tidak terduga yang saya dapatkan salah satunya jodoh :D
One more I have to say Alhamdulillah

Melepas Beasiswa DIKTI lantas tidak menyurutkan saya untuk mencoba beasiswa lagi namun rupanya mulai tahun 2014, DIKTI hanya memperbolehkan calon dosen yang sudah memiliki pengalaman mengajar di Universitas yang bisa mendaftar beasiswa. Berhenti? Tidak. Hanya tertunda.

Di tahun 2015, saya kembali mencoba beasiswa yang sedang ramai diperbincangkan yaitu LPDP. Rencananya saya akan mengikuti periode kedua di Bulan April namun nilai TOEFL belum mencukupi kemudian diundur ke periode berikutnya. Meskipun belum memenuhi namun saya tetap optimis dengan mendaftar online terlebih dahulu, menyusun esai dan upload dokumen seadanya, bahkan mengurus SKCK dan Surat Keterangan Sehat yang sudah saya penuhi sejak Bulan Maret karena saya sangat yakin apa yang saya lakukan tidak akan sia-sia. Sebagai informasi mulai periode ketiga 2015, LPDP memiliki kebijakan baru salah satunya bagi pendaftar harus melampirkan SKCK dan surat keterangan sehat.

Selasa, 15 September 2015

Sehat itu (Bukan) Gaya

“ Saya mau pisangnya ya Bu. Soalnya tadi makanannya hambar. Besok juga bingung masak apa kalau rasanya begitu.” Kata seorang teman kantor sambil mengambil pisang yang saya bawa untuk sarapan.

Baru dua hari teman saya membawa bekal “sehat” karena melihat saya yang sudah sebulan selalu membawa bekal ke kantor dengan menu yang agak “aneh”
Bekal yang dia bawa tanpa nasi, sebagai pengganti karbohidrat, dia merebus kentang. Sedangkan lauknya tumis tempe dan bakwan ikan, tanpa sayur.
Tidak kalah heboh lagi teman satunya, dia membawa bekal lebih lengkap yaitu sayur, lauk dan sumber karbo yaitu kentang rebus. Dia tidak menggunakan garam karena kiblatnya diet mayo. Selalu digembar-gemborkan bahwa bekal yang dibawa sehat namun tetap saja masih menggunakan vetsin meskipun ngakunya sedikit.
Sudah 5 bulan ini, saya belajar food combining (FC), sebuah pola makan sehat yang sangat memperhatikan padu padanan makanan, waktu dan cara makan. Silakan akses www.erykar.com untuk mengetahui tentang food combining.
Awal mula muncul untuk hidup sehat adalah ketika berat badan mencapai klimaks dalam hidup saya. Alih-alih menjadi kuat, tubuh malah mudah lelah, nafas ngos-ngosan dan tentu sering sakit. Bisa dikatakan stamina buruk. Saya sadar bahwa pola makan selama ini salah besar, terlalu banyak konsumsi karbohidrat dan pemanis buatan. Makan apa saja masuk dalam porsi yang tidak sedikit. Akhir tahun 2011, saya merasakan ada benjolan di payudara sebelah kiri, rasanya mrengkel dan sakit lantas saya pergi ke dokter penyakit dalam dan diberi obat, sembuh. Kata dokter itu hanya benjolan biasa yang tidak berbahaya atau berpotensi tumor/ kanker. Namun tetap saja membuat saya merasa was-was. Di akhir tahun 2013, payudara saya kembali sakit dan segera saya USG sebagai upaya preventif. Memang ketika diperiksa dokter  ada benjolan kecil namun setelah di USG tidak ditemukan apapun. Kembali lagi saya minum obat. Sakit yang dirasakan mempengaruhi psikologis saya, rasanya tidak ada semangat untuk melakukan apapun. Pada saat itu berat saya mencapai 65 kg dan terhitung naiknya drastis dari berat sebelumnya