“ Ibu ,
tinggal disini e? “ tanya gadis kecil dengan logat melayu.
“ Iya. “
jawabku sambil tersenyum
“ Yes!!
Nanti saya datang belajar kek sini e bu.” Ucapnya sambil berlari pulang
Aching,
Abeng dan Darmanto datang ke rumah tepat pukul satu siang padahal kami berjanji
akan belajar pukul 3 sore. Mereka ingin belajar bahasa inggris namun aku
menolaknya, aku ingin mereka belajar matematika.
Aching,
sekarang dia duduk di kelas 3. Aching adalah nama China gadis berperawakan
kecil ini. Aku sulit memanggil nama melayunya sehingga Abeng kakaknya
menyarankanku memanggil ching. Mereka bertiga adalah suku asli, China.
Siang
itu abeng dan darmanto belajar sudut dan trapesium, namun aku sadar ternyata
kemampuan perkalian mereka masih rendah sehingga aku mengajar perkalian
terlebih dahulu. Lucu, setiap kali aku beri soal perkalian, mereka berdua
kompak menuju jendela dan menengok keluar jendela. Begitu mendapat jawaban,
mereka kembali duduk di depanku. Aku tertawa melihat tingkah polah mereka.
Sedangkan
ching belajar penjumlahan bersusun ke bawah. Sebenarnya dia sudah diajari oleh
wali kelasnya namun sudah lupa. Memang karakter anak-anak disini seperti itu.
Materi yang diajar hari ini, besok sudah lupa. Jadi aku berusaha mengingatkan
lagi.
Abeng
dan darmanto masih berkutat dengan perkaliannya, setiap aku cek pasti ada yang
salah.
“ Ah
payah bu.” (ah, sulit bu) ujar abeng
“ coba
dulu, pasti bisa.” Jawabku
“ buat
PR saje ye bu, kita belajar trapesium saje e.” Kilahnya
Aku
menggelengkan kepala.
Lagi-lagi
setiap aku cek pasti ada yang salah.
“ yah,
salah lagi. Aduh penat bu(lelah).” Kata darmanto yang terlihat sudah bercucuran
keringat.
Aku
hanya tersenyum.
Meskipun
jawaban mereka salah namun mereka terus mencoba memperbaikinya bahkan ketika
aku jelaskan caranya lagi, mereka menolak.
“ oh, ya
bu. Saya paham, saya paham.” Kata Abeng memotong keinginanku untuk mengajarinya
lagi.
Lama
sekali mereka menghitung perkalian, demikian juga ching. Namun aku sabar
menunggu mereka, aku tersenyum melihat mereka berpikir untuk mendapatkan
jawaban.
“
anak-anak, ibu ajarin bahasa china dong.” Ucapku memecah keheningan.
“ Ah,
nanti ibu pasti gagap kalau ucap bahasa china. Orang-orang melayu kek gitu bu,
sering gagap.” Lagak ching.
“ masa
sih? “ lirikku tidak percaya.
“ iya
bu. Benar.” Kata ching tidak mau kalah.
Akhirnya
merekapun mau mengajariku.
Cara
mereka mengajariku membuatku tertawa, mereka kroyokan. Aku geli dibuatnya. Ada
perasaan bahagia dan campur haru ketika melihat mereka mau mengajariku bahasa
mereka.
“ eh,
ibu kok gak gagap e?” tanya Ching heran.
Aku
tertawa terpingkal-pingkal
“ iya dong,
ibu kan pintar.” Jawabku percaya diri.
“ iya,
ibu pintar, yang lain gagap waktu belajar bahasa china, kalau ibu tidak.” Sahut
darmanto.
Tiba-tiba
abeng mengingatkan dengan bahasa china yang artinya “ ayo cepat soal
dikerjakan, nanti tidak selesai-selesai lho.”
“ eh
iya, ibu rakhma sih pakai ngajak bicara, jadi gak selesai. Diam ya bu.” Kata
darmanto.
Lagi-lagi
aku tertawa mendengar celotehannya.
Hampir
dua jam kami belajar bersama.
“ ibu,
besok minggu kami datang lagi ya.” Ucap ching sambil mencium tanganku
“ eh
minggu kan libur, ibu mau istirahat.” Jawabku menggodanya.
“ ah,
pokoknya saya gak mau tahu. Hari minggu saya tetap datang.” Katanya kekeh.
“ ibu
mau tidur saja ah kalau kamu datang.” Aku tambah menggodanya.
“ ya
terserah, pokoknya saya datang. “ kemudian dia pulang.
Dari
jauh dia masih saja teriak-teriak akan datang besok minggu kemudian dia
melambaikan tangan. Aku tertawa lagi melihat tingkahnya.
Aku tahu
sekarang mengapa kebanyakan guru itu awet muda, karena celotehan-celotehan
anak-anaklah yang menghibur dan bisa membuat tertawa. Ketulusan hati mereka lah
yang membuat aku begitu mencintai mereka dan ingin selalu berbagi karena kunci
kebahagiaan adalah saling berbagi J
waaaa... punya murid-pantang-menyerah gitu yang kita sebagai pengajar jadi semangat.. nggak kayak dulu aku pernah ngajar, tapi si murid sok bisa, diajari nggak mau.. ngerjain soal nggak kelar2 malah pengen nangis dia nya..hahaha
BalasHapusaku malah jadi takut ntar didatengin bapaknya..hahaha
Semangat,Rakhma..sukseskan pendidikan untuk daerah tertinggal.. Betapa mulianya kegiatanmu, jadi iri..
iya faril, kalau kamu bertemu mereka pasti kamu ketawa mendengar celotehannya. dan pasti kamu merasa sangat bersyukur atas pendidikan yang sdh kamu dapat.
BalasHapusayooo ikut mensukseskan pendidikan indonesia.. semangat :))