Minggu, 25 Mei 2014

Demi siapa?

Kembali lagi ke sebuah kota kecil yang banyak dikenal orang namun tidak pernah dianggap kota sendiri. Memutuskan disini bukan perkara mudah. Ini demi orang tua yang sekarang kuberikan sembah bakti seumur hidupku. Aku sedang belajar bertransisi memahami sebuah peran baru. Tidak menyangka ujung waktu begitu cepat dihadapinya bahkan belum sempat aku menggenggam untuk menguatkan.

Ini bukan perjalanan sulit. Disinilah aku membuka lembar kertas yang harus digambar tentang langkah. Sedikit rumit memang, ibarat rambut yang kusut dan perlu diurai, tetapi aku punya sisir yang membantu mengurainya. Ini demi siapa? Demi wanita yang memiliki rahim tempatku makan dan minum sebelum mengenal namanya dunia.

Lembar kertasku berjajar waktu yang tak berujung. Jika beberapa bulan lalu, kegundahanku akan menemukan titik berakhirnya, kini tidak. Perhitungan rinci dan atur strategi sebaik mungkin termasuk mengantisipasi kegagalan, bukankah harusnya memang seperti itu? Sayangnya tidak semua orang memprediksikan kegagalan namun mereka terus terusan takut gagal. Bagiku gagal itu bumbu pedas dalam makanan yang menambah kenikmatan dan memacuku untuk mengambil langkah dengan meneguk segelas air demi menyingkirkan pedasnya. Ini demi siapa? Demi wanita yang sudah membangun pondasi untuk putri putrinya.

Banyak pilihan dan tentu dengan risiko, tetapi di pikiranku selalu ada ruang tentang wanita hebat itu. Aku yakin ketika langkahku disertai ridho nya, apapun yang terjadi bisa aku hadapi. Lagi lagi ini masalah menghadapi risiko. Ini demi siapa? Demi wanita yang menyisipkan baja di hati para putri kecilnya agar tidak mudah rapuh. Ibu....


2 komentar:

  1. Ridho Allah tergantung kepada Ridhonya Ibu..
    Semoga selalu diberkahi Allah, ya, Mochie..
    Suksees untuk karir barunya.
    Baarakallah :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih aniaaa.... Semoga kita selalu dilindungi Allah :)
    Percaya bahwa allah tidak akan memberikan sesuatu yg buruk pada hambanya.

    BalasHapus