Lampu-lampu mulai dipatik untuk dapat menerangi malam,
burung-burung kembali ke peraduan dan temaram mulai menampakkan kesunyiannya.
Bukan untuk terlelap di antaranya namun malam membuatku terjaga. Seperti burung
hantu yang menanti malam untuk dapat merasakan kehidupan, seperti kelelawar
yang terbangun dan siap memangsa agar tidak kelaparan.
Aku tetap terjaga, menanti setiap detik, menit, dan jam
bergerak. Kalau banyak orang tidak peduli dengan suasana malam maka tidak aku,
aku terlalu peduli bahkan aku terlalu posesif. Meskipun sebenarnya aku tidak
tahu seperti apa malam itu namun yang aku tahu hanya melalui malam lah, sisa
detik dan menit ini sangat berarti. Tidak perlu dikonversikan menjadi sebuah
percakapan, cukup dalam diam. Diam itu membuat udara di sekitarku dapat
mengantarkan tentang dirimu, lewat udara aku merasakan rindu, lewat udara aku
merasakan kasih yang kian berbuih. Udara itu beranak pinak menjadi sebuah
dopping dan jelas menjadi sebuah candu yang terus memburu.
Jika boleh meminta, aku tidak ingin sang fajar terbangun
dari tidurnya. Aku tidak rela setiap sisa penghabisan detik dan menit ini
meluruh perlahan.
Tapi tunggu! bukankah pagi akan mengembalikan malamku? Akan
mengembalikan penjagaanku atas konversi itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar